15 September 2015

Kawah Putih Ciwidey - Kecantikan Alam Jawa Barat Yang Tersembunyi

house travel bandung
Hari sudah menjelang sore, di pukul 14.00 ketika 2 guide kami yang cantik-cantik, Ivana dari housetravelbandung.com didampingi rekannya Monika, menjemput kami di Trans Luxury Mall Bandung.  Kami akan menuju objek wisata Kawah Putih di wilayah Ciwidey Jawa Barat.  Mengantisipasi kemacetan Bandung yang menggila di akhir pekan, aplikasi Waze dipasang pada smartphone Ivana.  Dari beberapa alternatif rute yang ditawarkan Waze, kami akhirnya memilih rute yang akan melewati wilayah Kopo.  Rute ini dipilih karena merupakan rute yang tersingkat dengan kemacetan yang tampaknya minimal.

Singkat cerita kami melewati kesendatan wilayah Kopo setelah hampir setengah jam merayap, setelah itu sore di bumi Parahyangan menyapa kami dengan ramah dengan kesejukan menjelang petang.  Perjalanan ditempuh tanpa kesulitan yang berarti.  Kami tiba di wilayah Ciwidey sekitar pukul empat sore.  Angin dingin yang sejuk menyapa mengejutkan ketika jendela mobil dibuka.  Ternyata udara luar lebih dingin daripada udara dalam mobil yang ber-AC.

Jalan yang meliuk-liuk diselingi pemandangan yang asyik dari perbukitan Parahyangan yang mempesona. Tak tampak kabut yang biasanya menyelimuti bumi Sangkuriang.  Memasuki wilayah berpenduduk, kami disambut dengan perkebunan strawberry yang diusahakan penduduk setempat.  Ajakan untuk memetik sendiri buah strawberry sangat menggoda, tetapi kami terus melaju mengingat waktu kunjungan yang sempit.  Jangan sampai terlambat ke Kawah Putih, kami harus tiba disana selagi matahari masih tampak.  Jika tidak, maka perjalanan yang lumayan panjang ini akan sia-sia, karena hanya udara dingin dan gelap yang akan tertemui di Kawah Putih.

Kawah Putih merupakan sebuah danau vulkanik yang mengandung belerang.  Pertama kali didokumentasikan  sekitar tahun 1837 oleh ahli botani asal Jerman, Dr Franz Junghuhn.  Beliau banyak melakukan penelitian di Indonesia, bahkan meninggal di Bandung dan dimakamkan di daerah Lembang.

Kami tiba di gerbang Kawah Putih sekitar pukul 16.30.  Setengah jam menjelang lokasi wisata tersebut akan ditutup.

"Kami dari House Travel Bandung, sedang mengantar tamu 3 orang," Ivana menjelaskan pada seorang ibu yang bertugas di gerbang kawasan wisata Kawah Putih.

Lokasi gerbang masih jauh dari Kawah Putih.  Terdapat area parkir yang luas dan dilengkapi pula dengan toko-toko souvenir yang menawarkan berbagai gimmik wisata Kawah Putih.  Beberapa pedagang buah eceran menjajakan strawberry yang merupakan buah andalan di wilayah Ciwidey. Dalam lokasi wisata anda bisa memperoleh 2 pak strawberry dengan modal 5000 rupiah saja. Tampak pula banyak mobil penumpang berwarna oranye kemerahan, dengan pintu terbuka yang tampaknya dirancang khusus bagi wisatawan yang ingin jalan-jalan sambil menikmati pemandangan sekitar.  Untuk menumpang angkutan ini ke Kawah Putih anda harus merogoh kocek sebesar 33 ribu rupiah per orang sudah termasuk ongkos masuk kawasan wisata.

Biaya masuk lokasi 18 ribu ditambah 150 ribu per mobil jika menggunakan kendaraan sendiri.  Monika dengan tangkas membawa kendaraan kami meliuk memasuki wilayah Kawah Putih.  Setelah kurang lebih 10 menit berkendara kami tiba. Keluar dari mobil seketika kami harus menggigil, ketika udara dingin bagai kutub menyambut dan membungkus kulit kami yang tak siap dengan pakaian tebal.  Sungguh pun begitu, kami masih melihat beberapa wisatawan berjalan santai dengan baju tipis seadanya.  Beberapa pedagang masker menyarankan kami untuk memakai masker mengantisipasi bau udara berbelerang di sekitar kawah.  Melihat banyak wisatawan kembali dari kawah dengan santai tanpa masker, kami memutuskan jalan terus tanpa masker.

Kawah Putih bisa dicapai tanpa kesulitan dengan jalan kaki.  Ada tangga batu panjang yang landai menurun menuju tepian kawah.  Daerah sekitar kawah ditumbuhi hutan belukar yang tampak lebat dan asri.  Matahari sudah tak terlihat, udara nan membeku renta menuju malam.  Di dataran kecil menjelang kawah, ada beberapa pondok beratap daun.  Seorang seniman tradisional duduk di sebuah pondok sambil memainkan kecapi Sunda, menghadirkan suasana magis di senja itu.  Bau belerang sayup-sayup menyergap hidung kami yang terasa sesak dengan udara dingin.

Di ujung bawah tangga, ramai wisatawan berseliweran bergroup-selfie.  Pedagang lokal menawarkan serbuk belerang kuning dalam bungkusan kecil yang konon bisa dipakai sebagai obat kecantikan.

Kawah Putih, Ciwidey

Lalu, di ujung tangga itu, ketika mata diarahkan ke depan, kecantikan Kawah Putih tiba-tiba tersaji telanjang disana. Seketika kami lupa pada kelelahan perjalanan jauh.  Sekarang saya mengerti, mengapa ketika orang tiba di ujung tangga bagian bawah ini, mereka tersenyum lalu lupa diri.  Membidik smartphone atau kamera kesana kemari bagai orang senewen.  Senyum bahagia tertebar, tak satu momen pun yang ingin dilepas.

Di depan kami, sebuah danau hijau jernih terhampar di ketinggian 2434 meter di atas permukaan laut.  Berbentuk bagai kelopak bunga tiga helai, tepian danau berpasir putih kekuningan berbatas cukup jelas. Tanda bahwa air danau pernah naik setinggi itu.  Tepian kawah jernih, bagian yang lebih dalam berwarna hijau muda sampai tua.  Tak tampak riak di permukaan.  Jernih dan tenang.  Cantik sekali. Jika tak ada tanda larangan bahaya untuk masuk ke air, pastilah semua ingin mencelupkan diri ke danau ini.  Di seberang danau, sebuah tebing tinggi menjulang, puncak Patuha, membatasi tepian-tepian kawah hingga ke tepi sebelah sana, seperti lengan kuat yang merangkul, menjagai danau itu supaya tetap suci tak bernoda.  Bunyi burung-burung liar terdengar sayup dari dalam hutan di sekitar kawah. Konon di sekitar danau masih sering terlihat elang, burung hantu, monyet, rusa, babi hutan, dan kadang-kadang harimau dan ular piton.  Terpesona, saya terpekur di tepi danau belerang ini. Kawah Putih bagaikan karyaTuhan yang baru selesai dikerjakan.

Kawah Putih bagaikan karya Tuhan yang baru selesai dikerjakan


Kami mengambil gambar dan video sepuas-puasnya, seperti orang yang rindu bergambar dengan kekasih yang lama tak bersua.  Tapi dikejar waktu dan temaram, akhirnya kami menyerah.  Kami harus berpisah dengan keindahan Kawah Putih.  Dengan langkah berat, tangga pulang didaki.  Gelap makin dekat, dingin makin menyengat.  Selamat tinggal Kawah Putih Ciwidey.

Untunglah Ivana dan Monika dari housetravelbandung.com masih punya kejutan untuk mengobati rasa dingin dan enggan kami berpisah dengan Kawah Putih.  Keluar dari kawasan wisata Kawah Putih, kami dibawa ke Ciwidey Valley Resto & Resort yang elegan.  Menyeruput Capucchino yang panas dan ditemani pisang goreng istimewa, kami mengenang kembali perjumpaan dengan Kawah Putih.  Hari sudah malam ketika kami menelusuri kembali jalan turun menuju Bandung membawa memori yang tak terlupakan.

No comments:

Post a Comment

Custom Search